- 1. DAMPAK PENCEMARAN TANAH TERHADAP LINGKUNGAN
- 2. Pencemaran tanah adalah keadaan di mana bahan kimia buatan manusia masuk dan merubah lingkungan tanah alami.Pencemaran ini biasanya terjadi karena:kebocoran limbah cair atau bahan kimia industri atau fasilitaskomersial, penggunaan pestisida, masuknya air permukaan tanahtercemar ke dalam lapisan sub-permukaan, zat kimia, atau limbah. airlimbah dari tempat penimbunan sampah serta limbah industri yanglangsung dibuang ke tanah secara tidak memenuhi syarat.
- 3. Jika suatu zat berbahaya telah mencemaripermukaan tanah, maka ia dapat menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah.Pencemaran yang masuk ke dalam tanah kemudian terendap sebagai zat kimia beracun di tanah. Zat beracun di tanah tersebut dapat berdampaklangsung kepada manusia ketika bersentuhan atau dapat mencemari air tanah dan udara di atasnya.
- 4. Klarifikasi Pencemaran Tanah• Pencemaran langsung : Pencemaran ini misalnya terjadi karena penggunaan pupuk secara berlebihan, pemberian pestisida, dan pembuangan limbah yang tidak dapat diuraikan seperti plastik, kaleng, botol, dan lain-lainnya.• · Pencemaran melalui air : Air yang tercemar (mengandung bahan pencemar/polutan) akan mengubah susunan kimia tanah sehingga mengganggu jasad yang hidup di dalam atau di permukaan tanah.• · Pencemaran melalui udara : Udara yang tercemar akan menurunkan hujan yang mengandung bahan pencemar yang mengakibatkan tanah tercemar juga.
- 5. Dampak pencemaran tanah terhadap kesehatan• Kromium,merupakan bahan karsinogenik untuk semua populasi.• Timbal menyebabkan kerusakan otak, serta kerusakan ginjal pada seluruh populasi.• Benzena pada konsentrasi tertentu dapat meningkatkan kemungkinan terkena leukemia.• Merkuri (air raksa) dan siklodiena menyebabkan kerusakan ginjal,beberapanya tidak dapat diobati.• PCB dan siklodiena terkait pada keracunan hati.• Organofosfat dan karmabat dapat menyebabkan gangguan pada saraf otot.• Yang jelas, pada dosis yang besar, pencemaran tanah dapat menyebabkan Kematian.
- 6. Dampak pencemaran tanah terhadap ekosistem• Perubahan kimiawi tanah timbul dari adanya bahan kimia beracun/berbahaya bahkan pada dosis yang rendah sekalipun. Perubahan ini dapat menyebabkan perubahan metabolisme dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai makanan, yang dapat memberi akibat yang besar terhadap predator atau tingkatan lain dari rantai makanan tersebut.• Dampak pada pertanian terutama perubahan metabolisme tanaman yang pada akhirnya dapat menyebabkan penurunan hasil pertanian. Hal ini dapat menyebabkan dampak lanjutan pada konservasi tanaman di mana tanaman tidak mampu menahan lapisan tanah dari erosi.
- 7. Langkah pencegahan1) Sampah organik yang dapat membusuk/diuraikan oleh mikroorganisme antara lain dapat dilakukan dengan mengubur sampah-sampah dalam tanah secara tertutup dan terbuka, kemudian dapat diolah sebagai kompos/pupuk2) Sampah senyawa organik atau senyawa anorganik yang tidak dapat dimusnahkan oleh mikroorganisme dapat dilakukan dengan cara membakar. Sampah yang tidak dapat dibakar dapat digiling/dipotong- potong menjadi partikel-partikel kecil, kemudian dikubur.3) Pengolahan terhadap limbah industri yang mengandung logam berat yang akan mencemari tanah, sebelum dibuang ke sungai atau ke tempat pembuangan agar dilakukan proses pemurnian.4) Sampah zat radioaktif sebelum dibuang, disimpan dahulu pada tangki dalam jangka waktu yang cukup lama sampai tidak berbahaya, baru dibuang ke tempat yang jauh dari pemukiman.5) Penggunaan pupuk, pestisida tidak digunakan secara sembarangan namun sesuai dengan aturan dan tidak sampai berlebihan.6) Usahakan membuang dan memakai detergen berupa senyawa organik yang dapat dimusnahkan/diuraikan oleh mikroorganisme.
- 8. Langkah penanggulangan1. Remidiasi Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar.2. Bioremediasi Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun (karbon dioksida dan air).3. Sampah-sampah organik yang tidak dapat dimusnahkan (berada dalam jumlah cukup banyak) dan mengganggu kesejahteraan hidup serta mencemari tanah, agar diolah atau dilakukan daur ulang menjadi barang-barang lain yang bermanfaat.4. Bekas bahan bangunan (seperti keramik, batu-batu, pasir, kerikil, batu bata, berangkal) yang dapat menyebabkan tanah menjadi tidak/kurang subur, dikubur dalam sumur secara berlapis-lapis yang dapat berfungsi sebagai resapan dan penyaringan air.5. Hujan asam yang menyebabkan pH tanah menjadi tidak sesuai lagi untuk tanaman, maka tanah perlu ditambah dengan kapur agar pH asam berkurang.
- 9. Kasus pencemaran tanah di Indonesia• Di Indonesia, penggunaan pupuk kimia merupakan bagian dari Revolusi Hijau, sebuah proyek pada masa pemerintahan Orde Baru untuk mendorong produktivitas pertanian dengan menggunakan teknologi modern, yang diadakan sejak tahun 1990-an. Gebrakan revolusi hijau di Indonesia memang terlihat pada decade 1980-an. Waktu itu, pemerintah mengkomando penanaman padi, pemaksaan pemakaian bibit impor, pupuk kimia, dll. Indonesia yang Berjaya saat itu sempat mengalami swasembada beras. Namun hal itu tidak berlangsung lama. Pada decade 1990-an, petani mulai kelabakan menghadapi kesuburan tanah yang merosot, ketergantungan pemakaian pupuk kimia ( anorganik) yang makin meningkat, dll.
- 10. • Revolusi hijau memang pernah meningkatkan produktivitas pertanian Indonesia. Untuk penggunaan pupuk anorganik, hal ini berdampak:1. Berbagai organisme penyubur tanah musnah karena pupuk anorganik2. Kesuburan tanah yang merosot / tandus.3. Keseimbangan ekosistem tanah yang rusak.4. Terjadi peledakan dan serangan jumlah hama.
- 11. Kasus pencemaran tanah di China• sekitar 10 persen ladang pertanian Cina tercemar logam berat jauh di atas ambang yang ditetapkan. Kini, konsumen mempertanyakan keamanan pangan produk pertanian negeri itu, termasuk untuk kebutuhan ekspor.• Wan Bentai, pejabat di kantor kementerian Perlindungan Lingkungan menyatakan dari penelitian atas polutan tanah, ditemukan logam berat dari cerobong pabrik, air limbah, dan tailing. Jumlahnya, seperti dilaporkan Southern Metropolitan Daily, dalam derajat membahayakan.• "Dalam beberapa tahun terakhir, pemcemaran terus terjadi. Dan dari Januari-Februari ditemukan 11 insiden, sembilan cukup berat," kata Wan pada sebuah pertemuan di Guangzhou, ibukota provinsi Guangdong di selatan Cina.
- 12. • Nafsu rakus China untuk menguasai pasar logam dunia menjadi sumber kekhawatiran publik. Pencemaran logam berat diketahui dapat merusak saraf, sistem reproduksi, dan ginjal, serta beberapa komplikasi kesehatan lainnya, terutama di kalangan anak-anak.• Pemerintah China memperkirakan negara ini memiliki 1,22 juta kilometer persegi lahan pertanian, dan mengatakan melindungi lahan merupakan prioritas. Tapi banyak daerah pedesaan yang terdapat industri peleburan dan pengecoran logam di sekitarnya menunjukkan polusi telah merembes ke tanah dan mencemari sumber air.• Cina adalah konsumen terbesar timbal di dunia, untuk digunakan sebagai bahan baku baterai untuk memenuhi 70 persen dari konsumsi, yang kemungkinan tumbuh menjadi 4,1 juta ton pada tahun 2011.
Jumat, 18 April 2014
Pencemaran Sungai di Indonesia Meningkat 30 Persen
"Dari 52 sungai yang dipantau, hampir
30 persen kecenderungan meningkat pencemaran sungai dari cemar sedang
menjadi cemar berat," kata Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang
Pembinaan Sarana Teknis Lingkungan dan Peningkatan Kapasitas, Henry
Bastaman, di Jakarta, Kamis (5/4/2012) ini.
Lebih lanjut Henry menjelaskan, pencemaran air sungai tersebut paling tinggi diindikasikan dari semakin meningkatnya limbah domestik, walaupun di beberapa sungai disebabkan oleh kegiatan tambang.
Menurut dia, intensitas meningkatnya pencemaran akibat kegiatan tambang meningkat, terutama di daerah timur seperti Maluku dan Papua.
Papua yang pada 2009 menduduki peringkat pertama untuk indeks kualitas lingkungan hidup turun peringkat dua, salah satunya disebabkan karena meningkatnya pencemaran air sungai.
Sungai yang tercemar di Papua yaitu Sungai Mamberamo dan Danau Sentani, jelas Henry, seraya menambahkan, selama ini pemerintah berkonsentrasi memperbaiki indeks kualitas air sungai-sungai yang berada di Pulau Jawa. Namun kenyataanya di wilayah timur ada kecenderungan pencemaran meningkat.
Kecenderungan meningkatnya pencemaran air sungai tersebut, dapat diartikan semakin banyaknya kegiatan yang membebani media air sungai, dan semakin padatnya jumlah penduduk, sehingga mendesak untuk membuka pemukiman baru hingga ke daerah aliran sungai.
"Saya kira kondisi seperti ini harus menjadi peringatan bahwa upaya yang sudah kita lakukan cukup gencar, tapi masih terjadi pencemaran yang cukup berat," tambah dia.
Upaya yang dilakukan, salah satunya Kementerian Lingkungan Hidup menyampaikan ke daerah, agar pengukuran indeks kualitas air ditingkatkan dan menjadi landasan kebijakan di masing-masing daerah.
Lebih lanjut Henry menjelaskan, pencemaran air sungai tersebut paling tinggi diindikasikan dari semakin meningkatnya limbah domestik, walaupun di beberapa sungai disebabkan oleh kegiatan tambang.
Menurut dia, intensitas meningkatnya pencemaran akibat kegiatan tambang meningkat, terutama di daerah timur seperti Maluku dan Papua.
Papua yang pada 2009 menduduki peringkat pertama untuk indeks kualitas lingkungan hidup turun peringkat dua, salah satunya disebabkan karena meningkatnya pencemaran air sungai.
Sungai yang tercemar di Papua yaitu Sungai Mamberamo dan Danau Sentani, jelas Henry, seraya menambahkan, selama ini pemerintah berkonsentrasi memperbaiki indeks kualitas air sungai-sungai yang berada di Pulau Jawa. Namun kenyataanya di wilayah timur ada kecenderungan pencemaran meningkat.
Kecenderungan meningkatnya pencemaran air sungai tersebut, dapat diartikan semakin banyaknya kegiatan yang membebani media air sungai, dan semakin padatnya jumlah penduduk, sehingga mendesak untuk membuka pemukiman baru hingga ke daerah aliran sungai.
"Saya kira kondisi seperti ini harus menjadi peringatan bahwa upaya yang sudah kita lakukan cukup gencar, tapi masih terjadi pencemaran yang cukup berat," tambah dia.
Upaya yang dilakukan, salah satunya Kementerian Lingkungan Hidup menyampaikan ke daerah, agar pengukuran indeks kualitas air ditingkatkan dan menjadi landasan kebijakan di masing-masing daerah.
Polusi Udara di Jakarta
KabarIndonesia - Polusi udara di Jakarta adalah yang terparah di seluruh Indonesia, sampai-sampai sebagian warga Jakarta memberikan julukan "kota polusi"
kepadanya. Munculnya julukan tersebut tentu bukan tanpa alasan sama
sekali. Data-data di bawah ini bisa memberikan gambaran tentang parahnya
polusi udara di Jakarta.
Pertama, dalam skala global, Jakarta adalah kota dengan tingkat polusi terburuk nomor 3 di dunia (setelah kota di Meksiko dan Thailand). Kedua, masih dalam skala global, kadar partikel debu (particulate matter) yang terkandung dalam udara Jakarta adalah yang tertinggi nomor 9 (yaitu 104 mikrogram per meter kubik) dari 111 kota dunia yang disurvei oleh Bank Dunia pada tahun 2004. Sebagai perbandingan, Uni Eropa menetapkan angka 50 mikrogram per meter kubik sebagai ambang batas tertinggi kadar partikel debu dalam udara. Ketiga, jumlah hari dengan kualitas tidak sehat di Jakarta semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002, Jakarta dinyatakan sehat selama 22 hari, sedangkan pada tahun 2003, Jakarta dinyatakan sehat hanya selama 7 hari. Lebih lanjut, berdasarkan penelitian Kelompok Kerja Udara Kaukus Lingkungan Hidup, pada tahun 2004 dan 2005, jumlah hari dengan kualitas udara terburuk di Jakarta jauh di bawah 50 hari. Namun pada tahun 2006, jumlahnya justru naik di atas 51 hari. Dengan kondisi seperti itu, tidak berlebihan jika Jakarta dijuluki "kota polusi" karena begitu keluar dari rumah, penduduk Jakarta akan langsung berhadapan dengan polusi.
Penyebab paling signifikan dari polusi udara di Jakarta adalah kendaraan bermotor yang menyumbang andil sebesar ±70 persen. Hal ini berkorelasi langsung dengan perbandingan antara jumlah kendaraan bermotor, jumlah penduduk dan luas wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan data Komisi Kepolisian Indonesia, jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di DKI Jakarta (tidak termasuk kendaraan milik TNI dan Polri) pada bulan Juni 2009 adalah 9.993.867 kendaraan, sedangkan jumlah penduduk DKI Jakarta pada bulan Maret 2009 adalah 8.513.385 jiwa. Perbandingan data tersebut menunjukkan bahwa kendaraan bermotor di DKI Jakarta lebih banyak daripada penduduknya. Pertumbuhan jumlah kendaraan di DKI Jakarta juga sangat tinggi, yaitu mencapai 10,9 persen per tahun. Angka-angka tersebut menjadi sangat signifikan karena ketersediaan prasarana jalan di DKI Jakarta ternyata belum memenuhi ketentuan ideal. Panjang jalan di DKI Jakarta hanya sekitar 7.650 kilometer dengan luas 40,1 kilometer persegi atau hanya 6,26 persen dari luas wilayahnya. Padahal, perbandingan ideal antara prasarana jalan dan luas wilayah adalah 14 persen. Dengan kondisi yang tidak ideal tersebut, dapat dengan mudah dipahami apabila kemacetan makin sulit diatasi dan pencemaran udara semakin meningkat.
Penyebab lain dari meningkatnya laju polusi di Jakarta adalah kurangnya ruang terbuka hijau (RTH) kota. RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. RTH kota memiliki banyak fungsi, di antaranya adalah sebagai bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin. Kurangnya RTH kota akan mengakibatkan kurangnya kemampuan ekosistem kota untuk menyerap polusi.
Berdasarkan perhitungan para ahli, luas RTH kota idealnya adalah minimal 30 persen dari luas seluruh wilayah kota. Perhitungan ini telah diadopsi dalam Pasal 29 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sayangnya, dengan segala permasalahannya, Jakarta tampaknya belum dapat memenuhi luas ideal RTH kota dalam waktu dekat. Hingga tahun 2009, RTH Jakarta hanya 9 persen, sedangkan rencana RTH Jakarta pada tahun 2000-2010 hanya ditetapkan sebesar 13,94 persen. Ketidakmampuan Jakarta untuk memenuhi luas ideal RTH kota tentu akan berimbas pada memburuknya kadar polusi.
Buruknya kadar polusi udara di Jakarta menimbulkan banyak masalah sosial bagi penduduknya. Masalah utamanya tentu saja adalah masalah kesehatan. Menurut data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, 46 persen penyakit di Jakarta disebabkan oleh pencemaran udara, di mana penyakit-penyakit umumnya adalah infeksi saluran pernapasan, asma, dan kanker paru-paru. Selain penyakit-penyakit itu, polusi juga berpotensi mengakibatkan perubahan fisiologis pada manusia seperti: melemahkan fungsi paru-paru dan memengaruhi tekanan darah.
Dampak lanjutan dari menurunnya kualitas kesehatan masyarakat adalah meningkatnya biaya untuk pengobatan. Jika masyarakat sakit-sakitan, tentu saja akan ada beban sosial pada masyarakat yang akan memengaruhi GDP (Gross Domestic Product). Sebagai ilustrasi, biaya untuk mengatasi masalah kesehatan yang diakibatkan oleh polusi udara pada tahun 1998 mencapai Rp 1,8 triliun. Apabila peningkatan kadar polusi tidak juga dicegah, biaya tersebut akan terus meningkat dan bisa mencapai Rp 4,3 triliun pada tahun 2015.
Selain masalah kesehatan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat, polusi buruk juga memengaruhi estetika kota. Tentu tidak nyaman melihat suasana kota yang udaranya hampir terus-menerus dicemari kabut asap polusi dari kendaraan bermotor dan industri.
Untuk menghilangkan citra negatif Jakarta sebagai kota polusi, sudah semestinya apabila masyarakat dan Pemerintah DKI Jakarta perlu menetapkan dan melaksanakan langkah-langkah perbaikan yang tepat. Langkah-langkah yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat perlu diidentifikasi dan kemudian dihindari untuk mencegah resistansi (perlawanan) dari masyarakat agar upaya perbaikan yang ditempuh tidak menjadi kontraproduktif. Sebagai contoh, rencana pembatasan jumlah kendaraan bermotor untuk membantu mengurangi polusi dan kemacetan menuai protes dari para pelaku industri otomotif karena pembatasan tersebut dapat mengurangi produktivitas mereka dan berimbas pada kehidupan dan pekerjaan para tenaga kerja sektor otomotif. Sebagai alternatif solusi, Pemerintah perlu memperbaiki sektor transportasi dan fasilitas angkutan umum sehingga para pengguna kendaraan pribadi tidak akan segan-segan untuk beralih ke kendaraan umum. Dalam beberapa kasus (seperti pengoperasian busway), cara ini sudah menampakkan hasil yang lumayan. Pemerintah perlu menyadari bahwa membludaknya penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta disebabkan terutama oleh buruknya fasilitas angkutan umum yang mengakibatkan penumpang merasa tidak aman dan nyaman menggunakannya.
Pelaksanaan dan penegakan hukum memegang peran yang sangat krusial dalam mencegah laju polusi, tidak hanya di Jakarta tetapi juga di seluruh Indonesia. Fakta membuktikan bahwa ketidaktegasan dalam pelaksanaan hukum menyumbang andil signifikan dalam peningkatan polusi di Indonesia. Sebagai contoh, UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah memberlakukan kewajiban uji emisi kendaraan bermotor. Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) UU tersebut menyatakan, "Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraan bermotor yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Setiap pemilik, pengusaha angkutan umum dan/atau pengemudi kendaraan bermotor wajib mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan yang diakibatkan oleh pengoperasian kendaraannya."
Orang yang melanggar ketentuan tersebut akan terkena sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU tersebut: "Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah)." Dalam kenyataan, kita bisa melihat sendiri dengan sejelas-jelasnya banyak kendaraan bermotor di negara kita yang bebas berlalu lalang di jalan umum dengan mengeluarkan asap hitam pekat dan suara yang memekakkan telinga. Itulah salah satu contoh pahit penegakan hukum di Indonesia.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penanganan polusi membutuhkan keterlibatan seluruh masyarakat. Pelaksanaan kebijakan apapun tentu tidak akan mendatangkan hasil maksimal apabila hanya mengandalkan peran Pemerintah. Sebagai contoh, aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk mencegah polusi tidak akan banyak berarti tanpa kesadaran masyarakat. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dan sinergi antara Pemerintah dan masyarakat dalam perbaikan lingkungan juga perlu digalakkan. Pada dasarnya, banyak warga Jakarta yang telah memahami persoalan kota mereka dan telah berinisiatif untuk ikut memperbaikinya. Gerakan "bike to work" (bersepeda ke tempat kerja) adalah salah satu contoh bentuk kepedulian warga Jakarta untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor. Kepedulian dan partisipasi warga perlu terus dijaga sebagai aset penting dalam pemeliharaan kesehatan lingkungan. (*)
Pertama, dalam skala global, Jakarta adalah kota dengan tingkat polusi terburuk nomor 3 di dunia (setelah kota di Meksiko dan Thailand). Kedua, masih dalam skala global, kadar partikel debu (particulate matter) yang terkandung dalam udara Jakarta adalah yang tertinggi nomor 9 (yaitu 104 mikrogram per meter kubik) dari 111 kota dunia yang disurvei oleh Bank Dunia pada tahun 2004. Sebagai perbandingan, Uni Eropa menetapkan angka 50 mikrogram per meter kubik sebagai ambang batas tertinggi kadar partikel debu dalam udara. Ketiga, jumlah hari dengan kualitas tidak sehat di Jakarta semakin meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2002, Jakarta dinyatakan sehat selama 22 hari, sedangkan pada tahun 2003, Jakarta dinyatakan sehat hanya selama 7 hari. Lebih lanjut, berdasarkan penelitian Kelompok Kerja Udara Kaukus Lingkungan Hidup, pada tahun 2004 dan 2005, jumlah hari dengan kualitas udara terburuk di Jakarta jauh di bawah 50 hari. Namun pada tahun 2006, jumlahnya justru naik di atas 51 hari. Dengan kondisi seperti itu, tidak berlebihan jika Jakarta dijuluki "kota polusi" karena begitu keluar dari rumah, penduduk Jakarta akan langsung berhadapan dengan polusi.
Penyebab paling signifikan dari polusi udara di Jakarta adalah kendaraan bermotor yang menyumbang andil sebesar ±70 persen. Hal ini berkorelasi langsung dengan perbandingan antara jumlah kendaraan bermotor, jumlah penduduk dan luas wilayah DKI Jakarta. Berdasarkan data Komisi Kepolisian Indonesia, jumlah kendaraan bermotor yang terdaftar di DKI Jakarta (tidak termasuk kendaraan milik TNI dan Polri) pada bulan Juni 2009 adalah 9.993.867 kendaraan, sedangkan jumlah penduduk DKI Jakarta pada bulan Maret 2009 adalah 8.513.385 jiwa. Perbandingan data tersebut menunjukkan bahwa kendaraan bermotor di DKI Jakarta lebih banyak daripada penduduknya. Pertumbuhan jumlah kendaraan di DKI Jakarta juga sangat tinggi, yaitu mencapai 10,9 persen per tahun. Angka-angka tersebut menjadi sangat signifikan karena ketersediaan prasarana jalan di DKI Jakarta ternyata belum memenuhi ketentuan ideal. Panjang jalan di DKI Jakarta hanya sekitar 7.650 kilometer dengan luas 40,1 kilometer persegi atau hanya 6,26 persen dari luas wilayahnya. Padahal, perbandingan ideal antara prasarana jalan dan luas wilayah adalah 14 persen. Dengan kondisi yang tidak ideal tersebut, dapat dengan mudah dipahami apabila kemacetan makin sulit diatasi dan pencemaran udara semakin meningkat.
Penyebab lain dari meningkatnya laju polusi di Jakarta adalah kurangnya ruang terbuka hijau (RTH) kota. RTH kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan/atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan. RTH kota memiliki banyak fungsi, di antaranya adalah sebagai bagian dari sistem sirkulasi udara (paru-paru kota), pengatur iklim mikro, peneduh, produsen oksigen, penyerap air hujan, penyedia habitat satwa, penyerap polutan media udara, air dan tanah, serta penahan angin. Kurangnya RTH kota akan mengakibatkan kurangnya kemampuan ekosistem kota untuk menyerap polusi.
Berdasarkan perhitungan para ahli, luas RTH kota idealnya adalah minimal 30 persen dari luas seluruh wilayah kota. Perhitungan ini telah diadopsi dalam Pasal 29 UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Sayangnya, dengan segala permasalahannya, Jakarta tampaknya belum dapat memenuhi luas ideal RTH kota dalam waktu dekat. Hingga tahun 2009, RTH Jakarta hanya 9 persen, sedangkan rencana RTH Jakarta pada tahun 2000-2010 hanya ditetapkan sebesar 13,94 persen. Ketidakmampuan Jakarta untuk memenuhi luas ideal RTH kota tentu akan berimbas pada memburuknya kadar polusi.
Buruknya kadar polusi udara di Jakarta menimbulkan banyak masalah sosial bagi penduduknya. Masalah utamanya tentu saja adalah masalah kesehatan. Menurut data Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, 46 persen penyakit di Jakarta disebabkan oleh pencemaran udara, di mana penyakit-penyakit umumnya adalah infeksi saluran pernapasan, asma, dan kanker paru-paru. Selain penyakit-penyakit itu, polusi juga berpotensi mengakibatkan perubahan fisiologis pada manusia seperti: melemahkan fungsi paru-paru dan memengaruhi tekanan darah.
Dampak lanjutan dari menurunnya kualitas kesehatan masyarakat adalah meningkatnya biaya untuk pengobatan. Jika masyarakat sakit-sakitan, tentu saja akan ada beban sosial pada masyarakat yang akan memengaruhi GDP (Gross Domestic Product). Sebagai ilustrasi, biaya untuk mengatasi masalah kesehatan yang diakibatkan oleh polusi udara pada tahun 1998 mencapai Rp 1,8 triliun. Apabila peningkatan kadar polusi tidak juga dicegah, biaya tersebut akan terus meningkat dan bisa mencapai Rp 4,3 triliun pada tahun 2015.
Selain masalah kesehatan yang berdampak pada kesejahteraan masyarakat, polusi buruk juga memengaruhi estetika kota. Tentu tidak nyaman melihat suasana kota yang udaranya hampir terus-menerus dicemari kabut asap polusi dari kendaraan bermotor dan industri.
Untuk menghilangkan citra negatif Jakarta sebagai kota polusi, sudah semestinya apabila masyarakat dan Pemerintah DKI Jakarta perlu menetapkan dan melaksanakan langkah-langkah perbaikan yang tepat. Langkah-langkah yang tidak tepat atau tidak sesuai dengan aspirasi masyarakat perlu diidentifikasi dan kemudian dihindari untuk mencegah resistansi (perlawanan) dari masyarakat agar upaya perbaikan yang ditempuh tidak menjadi kontraproduktif. Sebagai contoh, rencana pembatasan jumlah kendaraan bermotor untuk membantu mengurangi polusi dan kemacetan menuai protes dari para pelaku industri otomotif karena pembatasan tersebut dapat mengurangi produktivitas mereka dan berimbas pada kehidupan dan pekerjaan para tenaga kerja sektor otomotif. Sebagai alternatif solusi, Pemerintah perlu memperbaiki sektor transportasi dan fasilitas angkutan umum sehingga para pengguna kendaraan pribadi tidak akan segan-segan untuk beralih ke kendaraan umum. Dalam beberapa kasus (seperti pengoperasian busway), cara ini sudah menampakkan hasil yang lumayan. Pemerintah perlu menyadari bahwa membludaknya penggunaan kendaraan pribadi di Jakarta disebabkan terutama oleh buruknya fasilitas angkutan umum yang mengakibatkan penumpang merasa tidak aman dan nyaman menggunakannya.
Pelaksanaan dan penegakan hukum memegang peran yang sangat krusial dalam mencegah laju polusi, tidak hanya di Jakarta tetapi juga di seluruh Indonesia. Fakta membuktikan bahwa ketidaktegasan dalam pelaksanaan hukum menyumbang andil signifikan dalam peningkatan polusi di Indonesia. Sebagai contoh, UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah memberlakukan kewajiban uji emisi kendaraan bermotor. Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2) UU tersebut menyatakan, "Untuk mencegah pencemaran udara dan kebisingan suara kendaraan bermotor yang dapat mengganggu kelestarian lingkungan hidup, setiap kendaraan bermotor wajib memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang dan tingkat kebisingan. Setiap pemilik, pengusaha angkutan umum dan/atau pengemudi kendaraan bermotor wajib mencegah terjadinya pencemaran udara dan kebisingan yang diakibatkan oleh pengoperasian kendaraannya."
Orang yang melanggar ketentuan tersebut akan terkena sanksi pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 67 UU tersebut: "Barangsiapa mengemudikan kendaraan bermotor yang tidak memenuhi persyaratan ambang batas emisi gas buang, atau tingkat kebisingan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 ayat (1) dan ayat (2), dipidana dengan pidana kurungan paling lama 2 (dua) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 2.000.000,- (dua juta rupiah)." Dalam kenyataan, kita bisa melihat sendiri dengan sejelas-jelasnya banyak kendaraan bermotor di negara kita yang bebas berlalu lalang di jalan umum dengan mengeluarkan asap hitam pekat dan suara yang memekakkan telinga. Itulah salah satu contoh pahit penegakan hukum di Indonesia.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penanganan polusi membutuhkan keterlibatan seluruh masyarakat. Pelaksanaan kebijakan apapun tentu tidak akan mendatangkan hasil maksimal apabila hanya mengandalkan peran Pemerintah. Sebagai contoh, aturan yang ditetapkan oleh Pemerintah untuk mencegah polusi tidak akan banyak berarti tanpa kesadaran masyarakat. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat dan sinergi antara Pemerintah dan masyarakat dalam perbaikan lingkungan juga perlu digalakkan. Pada dasarnya, banyak warga Jakarta yang telah memahami persoalan kota mereka dan telah berinisiatif untuk ikut memperbaikinya. Gerakan "bike to work" (bersepeda ke tempat kerja) adalah salah satu contoh bentuk kepedulian warga Jakarta untuk mengurangi emisi kendaraan bermotor. Kepedulian dan partisipasi warga perlu terus dijaga sebagai aset penting dalam pemeliharaan kesehatan lingkungan. (*)
Langganan:
Postingan (Atom)